Maraknya Korupsi Skala Besar Menunjukkan Kegagalan Reformasi Birokrasi dan Pemberantasan Korupsi
JAKARTA, BAMSOETNEWS.COM — Ketika ruang publik terus dibanjiri berita tentang korupsi dengan skala yang semakin besar, cita-cita untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, bersih, dan efektif (Good Governance) terasa semakin jauh dari kenyataan. Reformasi birokrasi yang telah berjalan puluhan tahun pun tampak gagal mereduksi perilaku koruptif di berbagai institusi negara dan daerah.
Fakta-fakta terbaru menunjukkan bahwa korupsi tidak hanya semakin marak, tetapi juga dilakukan dengan lebih berani dan terang-terangan. Nilai kerugian negara akibat korupsi pun terus membengkak, dari puluhan miliar menjadi ratusan triliun rupiah. Kasus-kasus seperti korupsi bansos, LPEI, ASDP, Jiwasraya, tata niaga timah, dan pengoplosan bensin adalah bukti nyata bahwa korupsi telah menjadi penyakit kronis yang sulit diobati.
Reformasi Birokrasi: Antara Harapan dan Kenyataan
Reformasi birokrasi dan pemberantasan korupsi sejatinya adalah produk dari gerakan reformasi 1998. Salah satu turunannya adalah pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan kewajiban melakukan reformasi birokrasi. Namun, setelah lebih dari tiga dekade, hasilnya masih jauh dari harapan.
Meskipun banyak koruptor telah ditangkap, diadili, dan dipenjara, efek jera tampaknya tidak terwujud. Alih-alih berkurang, perilaku koruptif justru semakin ganas dan terorganisir. Ini menunjukkan bahwa sistem yang ada saat ini belum mampu menciptakan lingkungan yang mendukung integritas dan akuntabilitas.
Peran Pengawasan Internal yang Lemah
Salah satu masalah utama yang perlu diperhatikan adalah lemahnya pengawasan internal di berbagai kementerian dan lembaga (K/L). Tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) Inspektorat Jenderal (Itjen) sebagai pengawas internal terkesan tidak berjalan efektif. Hal ini membuka peluang bagi terbentuknya kelompok atau organisasi kejahatan di tubuh institusi negara untuk merampok keuangan negara.
Presiden Prabowo dan Penegakan Hukum
Presiden Prabowo Subianto dalam berbagai kesempatan telah menegaskan pentingnya penegakan hukum yang konsisten. Dalam rapat pimpinan TNI-Polri pada Januari 2025, Presiden mengingatkan bahwa semua undang-undang dan peraturan tidak akan berarti apa-apa jika tidak ditegakkan dengan baik dan konsisten. Ini adalah pesan penting yang harus diimplementasikan oleh semua K/L dan pemerintah daerah.
Strategi Baru untuk Masa Depan
Untuk merawat asa mewujudkan Good Governance, pemerintah bersama DPR perlu merumuskan strategi baru dalam pemberantasan korupsi dan reformasi birokrasi. Beberapa langkah yang dapat dipertimbangkan antara lain:
- Memperkuat Pengawasan Internal:Â Memulihkan fungsi Itjen dan meningkatkan kapasitas pengawasan di semua K/L dan daerah.
- Meningkatkan Transparansi dan Akuntabilitas:Â Menerapkan sistem yang lebih terbuka dan dapat diakses publik untuk memantau penggunaan anggaran negara.
- Pendidikan dan Sosialisasi Anti-Korupsi:Â Membangun budaya integritas melalui pendidikan dan pelatihan bagi aparatur negara.
- Hukuman yang Lebih Tegas: Menerapkan sanksi yang lebih berat dan tidak pandang bulu terhadap pelaku korupsi.
Oleh: Bambang Soesatyo, Anggota DPR ; Ketua MPR ke-15; Ketua DPR ke-20; Ketua Komisi III DPR ke-7; Dosen Tetap Pascasarjana (S3) Ilmu Hukum Universitas Borobudur, Universitas Jayabaya dan Universitas Pertahanan (Unhan)