Rabu, 19 November, 2025
spot_imgspot_img

Top 5 Sepekan

spot_img

Berita Terkait

Penangkapan Paulus Tannos: Tantangan, Strategi, dan Implikasinya

JAKARTA, BAMSOETNEWS.COM — Paulus Tannos, buronan kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP yang telah merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun, ditangkap di Singapura pada 17 Januari 2025. Sebagai Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, perusahaan yang diduga menerima aliran dana sebesar Rp 145,8 miliar dari proyek tersebut, Tannos telah menjadi tersangka sejak 2019 dan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) pada 19 Oktober 2021.

Penangkapan Tannos menjadi momentum penting bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, menurut Yudi Purnomo Harahap, mantan penyidik KPK, ada tiga tantangan utama yang harus dihadapi lembaga antirasuah itu dalam proses ekstradisinya. Pertama, KPK harus menyajikan bukti yang kuat kepada pengadilan Singapura tentang keterlibatan Tannos dalam kasus e-KTP. Putusan pengadilan terhadap tersangka lain dalam skandal ini dapat digunakan untuk memperkuat argumen bahwa Tannos terlibat.

“Pihak Indonesia, dalam hal ini KPK, harus menyiapkan bukti kuat, termasuk menggunakan putusan tersangka lain yang telah inkrah sebagai dasar argumentasi,” ujar Yudi pada Senin (27/1/2025).

Masalah Kewarganegaraan dan Kompleksitas Ekstradisi

Persoalan kedua yang menjadi kendala adalah status kewarganegaraan Tannos. Setelah ditangkap, Tannos mengaku memiliki paspor diplomatik Guinea Bissau, sebuah langkah yang diduga untuk menghindari proses hukum di Indonesia.

Untuk mengatasi hal ini, otoritas Indonesia perlu menunjukkan bahwa Tannos masih berstatus sebagai warga negara Indonesia (WNI). Bukti bahwa kewarganegaraan Tannos tidak pernah dicabut sangat penting untuk memperkuat argumen bahwa ia harus diadili berdasarkan hukum Indonesia.

“Semua dokumen kewarganegaraan harus lengkap, menunjukkan bahwa ia masih WNI, sehingga pengadilan Singapura dapat menerima argumen tersebut,” tambah Yudi.

Selain itu, keselamatan Tannos juga menjadi isu yang kemungkinan akan dimanfaatkan oleh tersangka untuk menolak ekstradisi. Menurut Yudi, KPK dan aparat penegak hukum Indonesia harus meyakinkan pengadilan Singapura bahwa keselamatan Tannos akan dijamin jika ia dipulangkan.

Dampak Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura

Penangkapan Tannos merupakan salah satu implementasi nyata dari perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura yang ditandatangani pada 2022. Perjanjian ini membuka peluang lebih besar untuk menangkap buronan kasus korupsi yang melarikan diri ke Singapura, yang sebelumnya dikenal sebagai tempat pelarian favorit.

Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah buronan kelas kakap seperti Adelin Lis dan Sjamsul Nursalim diketahui bersembunyi di Singapura. Namun, proses hukum terhadap mereka menunjukkan kompleksitas kerja sama ekstradisi sebelum adanya perjanjian resmi.

Ketua KPK Setyo Budiyanto mengungkapkan bahwa koordinasi intensif dengan Divisi Hubungan Internasional Polri (Div Hubinter Mabes Polri) serta lembaga terkait telah dilakukan sejak November 2024 untuk mempersiapkan penangkapan Tannos.

“KPK berkoordinasi melalui jalur Interpol bersama Div Hubinter Mabes Polri untuk memastikan keberhasilan penangkapan ini,” jelas Setyo pada Selasa (28/1/2025).

Implikasi Bagi Penegakan Hukum di Indonesia

Penangkapan Tannos tidak hanya menjadi bukti keberhasilan perjanjian ekstradisi, tetapi juga memberikan pesan tegas kepada para buronan korupsi lainnya. “Koruptor akan berpikir ulang untuk melarikan diri ke Singapura, karena negara tersebut kini berkomitmen mendukung ekstradisi,” ujar Yudi.

Namun, proses pemulangan Tannos masih menghadapi tantangan. Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika menyatakan bahwa pemberkasan untuk memenuhi syarat ekstradisi sedang diupayakan.

“Belum ada informasi pasti kapan pemulangan selesai, karena masih dalam proses,” kata Tessa.

Penangkapan Paulus Tannos merupakan langkah penting dalam upaya pemberantasan korupsi lintas negara. Namun, keberhasilannya tidak hanya bergantung pada kerja sama internasional, tetapi juga pada kemampuan KPK dan aparat hukum lainnya untuk memenuhi syarat hukum yang ketat, termasuk bukti keterlibatan, status kewarganegaraan, dan jaminan keselamatan.

Perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura menjadi landasan penting untuk menangkap buronan di masa depan. Dengan memanfaatkan momentum ini, Indonesia dapat menunjukkan komitmen serius dalam memerangi korupsi dan memperkuat integritas hukum di tingkat internasional. (BSN-01)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terpopuler