JAKARTA (29/11/2023), BAMSOETNEWS.COM — Pemilihan Umum (pemilu) Februari 2024 hendaknya tidak mengguncang stabilitas politik, hukum, dan keamanan (polhukam) serta ketertiban umum. Sebaliknya, pemilu 2024 harus menjadi cerminan semakin kokohnya kredibilitas demokrasi. Indonesia akan dimampukan untuk terus bergerak maju jika stabilitas polhukam tetap terjaga dengan dinamika demokrasi yang terus mengalami proses pematangan.
Per Februari 2024, masyarakat Indonesia yang berhak memilih akan menggunakan hak pilihnya melalui pemilu sebagai agenda lima tahunan yang wajib. Hari-hari ini, proses persiapan menuju pelaksanaan agenda itu sarat dinamika, sebagaimana bisa disimak semua orang melalui beragam saluran informasi. Namun, tetap perlu diingatkan bahwa di atas segala-galanya adalah kewajiban bagi segenap elemen masyarakat untuk selalu memberi bukti kepada komunitas internasional bahwa Indonesia baik-baik saja. Utamanya karena pemilihan presiden dan anggota parlemen tahun 2024 adalah bagian dari proses pematangan demokrasi Indonesia.
Agar Indonesia yang sungguh baik-baik saja itu berwujud nyata, partisipasi semua orang dalam dinamika persiapan pelaksanaan pemilu 2024 itu hendaknya proporsional, agar segala sesuatunya berjalan sebagaimana mestinya. Rivalitas peserta pemilu meraih simpati publik pasti tak terhindarkan. Namun, rivalitas itu hendaknya tidak menghadirkan ekses, dalam arti tidak harus menimbulkan guncangan pada aspek polhukam serta ketertiban umum.
Karena pemilu juga dimaknai sebagai pesta demokrasi, segenap elemen masyarakat ditantang untuk selalu menjaga dan merawat stabilitas polhukam plus ketertiban umum sehingga semua orang bisa menikmati pesta itu. Sebab, stabilitas polhukam dan ketertiban umum yang selalu terjaga akan memberi ruang dan waktu bagi semua orang untuk terus melangkah maju dan berkegiatan produktif, bukan sebaliknya dipaksa bergerak mundur karena faktor instabilitas.
Tema atau isu tentang urgensi merawat stabilitas polhukam dan ketertiban umum menuju pelaksanaan Pemilu 2024 perlu dikemukakan, ditekankan dan mendapat perhatian ekstra dari semua pemangku kepentingan. Dorongan ini tidak mengada-ada atau berlebihan, melainkan berpijak pada fakta bahwa hari-hari ini banyak komunitas merasa tidak nyaman menyikapi ragam aspek pada dinamika persiapan menuju Pemilu 2024 yang sarat ketidakwajaran dan ketidakpatutan.
Tidak hanya merasakan, melainkan juga melihat langsung ketidakwajaran dan ketidakpatutan itu dalam berbagai bentuknya. Dan, sebagaimana bisa disimak hari-hari ini, rasa dan penglihatan pada ketidakpatutan itu kemudian mendorong banyak reaksi, baik dalam wujud pernyataan keprihatinan maupun munculnya semangat perlawanan terhadap berbagai bentuk ketidakwajaran dan ketidakpatutan itu. Semangat perlawanan itu mengemuka karena banyak komunitas orang muda melihat ketidakadilan atau KKN (kolusi, korupsi dan nepotisme) telah dipertontonkan dengan begitu telanjang oleh para pihak. Sebagian lainnya cemas akan masa depan demokrasi di negara ini karena kesemena-menaan mulai dipraktikan.
Reaksi, unjuk keprihatinan dan semangat perlawanan itu telah disuarakan oleh para tokoh dari berbagai kalangan, termasuk para tokoh sepuh dari lintas agama. Para budayawan pun telah bersuara dengan lantang. Tidak ketinggalan adalah suara para pegiat sosial, pegiat HAM (hak azasi manusia) hingga kelompok purnawirawan militer. Beberapa hari belakangan ini, komunitas mahasiswa pun tak hanya menyuarakan keprihatinan, melainkan juga mulai berunjukrasa. Menggunakan sarana media sosial, kelompok-kelompok masyarakat di berbagai daerah pun tak mau ketinggalan menyatakan sikap dan menyuarakan keprihatinan.
Esensi dari reaksi, unjuk keprihatinan dan semangat perlawanan itu semata-mata adalah keinginan mayoritas rakyat agar semua hasil pemilu 2024 legitimate, karena semua pihak melaksanakannya dengan kepatuhan mutlak pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, damai, bersih dan jujur. Semua ketidakwajaran dan ketidakpatutan yang hanya menimbulkan curiga dan ketidakpercayaan masyarakat hendaknya segera dihentikan. Masih ada waktu untuk meluruskan apa yang tidak wajar dan tidak patut itu. Ketidakwajaran dan ketidakpatutan itu tak perlu lagi dirinci, karena sudah menjadi pengetahuan dan perbincangan semua elemen masyarakat.
Legitimasi pemilu sepenuhnya menjadi tanggungjawab penyelenggara pemilu. Maka, penyelenggara pemilu hendaknya tidak minimalis dalam menyikapi ketidakwajaran dan ketidakpatutan yang mengemuka sekarang ini. Apa yang terjadi hari-hari ini sungguh-sungguh telah melukai akal sehat banyak orang. Nyata terlihat adanya upaya pembodohan, tetapi masyarakat menolak diasumsikan sebagai komunitas bodoh, dan karena itulah banyak komunitas menyuarakan kritik dan keprihatinan.
Kalau ketidakwajaran, ketidakpatutan dan kesemena-menaan itu dibiarkan, pembiaran ini diasumsikan bakal mereduksi legitimasi pemilu 2024. Kalau asumsinya sudah seperti itu, hasil pemilu seperti apakah yang akan dipersembahkan kepada negara-bangsa? Legitimasi pemilu yang sudah mengalami reduksi akibat ketidakwajaran dan ketidakpatutan hanya akan menghadirkan masalah yang berkepanjangan. Dan, sebagaimana banyak catatan sejarah sudah memberi bukti, masalah yang terus bergejolak akibat kekecewaan pada hasil pemilu selalu mengganggu stabilitas Polhukam dan ketertiban umum.
Karena itu, penyelenggara pemilu didorong lebih pro aktif merespons segala sesuatunya. Otoritas negara diimbau untuk merespons semua dinamika itu dengan pendekatan yang proporsional pula. Langkah para petugas di lapangan harus terukur, dan selalu berada dalam kendali para atasan. Tindakan diluar kendali tidak boleh dibenarkan karena berpotensi menyulut konflik dengan para simpatisan peserta pemilu 2024.
Hari-hari ini, sebagian kelompok masyarakat pun sedang merasakan ketidaknyamanan akibat naiknya harga sejumlah bahan pangan. Bahkan harga beras dan cabai dalam periode satu tahun terakhir ini naik dalam skala yang mencengangkan. Sebagaimana telah diberitakan, Badan Pangan Nasional (Bapanas) mencatat setidaknya ada sembilan komoditas pangan yang mengalami kenaikan harga lebih dari 10 persen dari harga acuan atau eceran yang ditetapkan pemerintah.
Faktor kenaikan harga bahan pangan di tengah persiapan pemilu 2024 yang sarat ketidakwajaran dan ketidakpatutan itu hendaknya perlu diwaspadai, karena sangat mudah ditunggangi untuk menyulut emosi banyak orang. Urgensi merawat stabilitas polhukam dan ketertiban umum menuju pelaksanaan pemilu 2024 hendaknya mendapat perhatian ekstra dari semua pemangku kepentingan. (PERS RILIS MPR RI)
Bambang Soesatyo
Ketua MPR RI/Dosen Pascasarjana Universitas Borobudur, Universitas Pertahanan RI (Unhan), Universitas Terbuka (UT) dan Universitas Perwira Purbalingga (Unperba)