DENPASAR (3/12/2023), BAMSOETNEWS.COM — Wakil Ketua MPR Ahmad Muzani berharap para jurnalis yang mengikuti perkembangan politik di seputar Senayan (MPR, DPR, dan DPD) bisa menyajikan cara pandang yang lebih edukatif, dan berperspektif tentang kehidupan kebangsaan. Oleh karena itu, MPR sebagai Rumah Kebangsaan harus menjadi kokoh dan kuat.
“Proses politik yang terjadi saat ini dalam upaya meyakinkan rakyat hanyalah proses demokrasi yang wajar. Saya meyakini bingkai pers dan pemberitaan dari para jurnalis adalah bingkai yang menunjukkan persatuan dan kesatuan serta penguatan demokrasi,” katanya ketika membuka Media Gathering MPR RI Tahun 2023 di Denpasar, Bali, Sabtu (2/12/2023) malam.
Media Gathering MPR 2023 dengan tema ‘Peran Media dalam Mewujudkan Rumah Kebangsaan MPR RI’ dihadiri Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Jenderal MPR Siti Fauziah, Ketua Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) Ariawan, Kepala Bagian Pemberitaan dan Hubungan Antarlembaga Biro Humas dan Sistem Informasi Setjen MPR Indro Gutomo, serta 88 jurnalis yang sehari-hari meliput kegiatan di MPR, DPR, dan DPD.
Muzani mengatakan, tahun ini adalah tahun politik menjelang pemilu 2024. Tahun politik jangan sampai membuat suasana kebangsaan menjadi pengap, sesak, apalagi sempit. Pernyataan-pernyataan yang disampaikan para elite politik, ujarnya, harus pernyataan yang memberikan optimisme, mencerahkan, menggembirakan, dan menunjukkan persatuan di atas segalanya.
Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Gerindra itu mengakui, proses demokrasi sekarang untuk mempengaruhi rakyat dalam menentukan pilihan-pilihan politik mereka memang membuat suasana hangat bahkan panas. Oleh karena itu, ia berharap para elite untuk menghindari pernyataan-pernyataan yang membuat kehidupan kebangsaan yang kesannya semakin sempit, dan rumit.
“Saya percaya elite politik kita memiliki cakrawala dan cara pandang yang begitu luas tentang bangsa. Dalam pandangan kami, harus dijaga suasana kebangsan kita suasana yang harmonis, kekeluargaan, dan menjaga persaudaraan di antara anak bangsa,” katanya.
Menurut Muzani, sejarah bangsa Indonesia telah memperlihatkan bahwa keruwetan, kerumitan, bahkan persengketaan, berujung kembali pada persaudaraan. Ia mencontohkan keruwetan nasib negara tidak jelas yang pada akhirnya kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesa (NKRI) tahun 1950. Perdebatan UUD dan dasar negara dalam Konstituante yang tidak selesai akhirnya bisa selesai dengan Dekrit Presiden pada 1959. Begitu juga peristiwa pemberontakan PKI pada 1965, Reformasi pada 1998, dan amendemen UUD karena tuntutan Reformasi, semua bisa diselesaikan.
“Semua pemimpin bangsa akhirnya kumpul kembali untuk memikirkan masa depan Indonesia. Ini adalah sebuah proses kembali pada satu meja. Itulah meja pemimpin bangsa Indonesia,” tuturnya.
Muzani menambahkan, pemenang pemilu 2024 harus merangkul sesama anak bangsa, yang menjadi tradisi bangsa kita. Jika para pemimpin politik melakukan hal itu, ujarnya, akan melegakan kehidupan demokrasi kita, yakni demokrasi Indonesia. Yang berlaga dalam pemilu, tuturnya, adalah sesama anak bangsa, sesama saudara, dan mereka adalah perekat bangsa Indonesia. Setelah selesai kontestasi Pemilu, semua akan kembali berkumpul dalam ikatan Indonesia Raya. Menurutnya, itulah sejatinya proses kebangsaan kita dan cara Indonesia berdemokrasi.
Muzani berharap para jurnalis agar tetap produktif dan memikirkan bangsa dengan cara sesuai kapasitasnya sebagai wartawan. “Saya lihat banyak jurnalis senior yang bisa memberi semangat kepada para jurnalis lainnya untuk tetap berkarya dan memberi pengabdian kepada bangsa dan negara yang lebih baik lagi,” pungkasnya.